Banjarnegara, Jawa Tengah|Republikajateng.com– Kasus pemulangan pasien di Rumah Sakit Islam (RSI) Banjarnegara kembali terjadi, menimbulkan keprihatinan dan kemarahan publik. Pada Sabtu, 2 Agustus 2025, Turwanti, warga Desa Danakerta, yang menderita hipertensi, diabetes melitus (DM), dan mengalami gangguan fungsi motorik signifikan pada kedua kakinya, ditolak perawatan inap. Kondisi Turwanti yang lemah, disertai mual dan nyeri ulu hati, membutuhkan perawatan medis segera. Namun, RSI Banjarnegara menolaknya dan memulangkan dengan alasan “tidak ada unsur kegawatan.”
Perjalanan Turwanti untuk mendapatkan perawatan dimulai ketika ia, dibantu relawan Yayasan Bumi Sehat Banjarnegara, dibawa ke Puskesmas Punggelan 1. Karena penuh, ia dirujuk ke RSI Banjarnegara. Di IGD RSI Banjarnegara, dokter menyatakan Turwanti tidak dalam kondisi gawat darurat, sehingga ditolak perawatan inap.
Selanjutnya, Turwanti dibawa ke Puskesmas Wanadadi 1. Di sana, perawat dan dokter menilai Turwanti membutuhkan perawatan rumah sakit dengan dokter spesialis, mengingat riwayat penyakit kronis dan kondisi fisiknya yang memburuk sejak Februari 2025. Upaya merujuk ke PKU Muhammadiyah gagal karena keterbatasan tempat tidur. Akhirnya, Turwanti diterima di RSUD Hj. Lesmanah Banjarnegara setelah proses panjang dan melelahkan.
Kasus ini mengungkap masalah serius dalam pelayanan kesehatan di Banjarnegara. Penolakan pasien dengan alasan kurangnya unsur kegawatan, sementara pasien membutuhkan perawatan intensif, menunjukkan rendahnya standar etika dan profesionalisme. Meskipun RSI Banjarnegara merupakan rumah sakit swasta terkemuka di Banjarnegara, kasus ini bukanlah yang pertama. Sebelumnya, RSI Banjarnegara telah beberapa kali menerima kritik terkait penolakan pasien.
Nursoleh, relawan Yayasan Bumi Sehat Banjarnegara dan awak media Wartaindonesianews.co.id, yang mendampingi Turwanti, telah menghubungi Humas RSI Banjarnegara dan Karu IGD Suyanto. Pihak RSI berjanji mengevaluasi manajemen IGD, namun tidak ada jaminan kasus serupa tidak terulang.
Kejadian ini menimbulkan pertanyaan tentang standar pelayanan di RSI Banjarnegara. Apakah standar terlalu tinggi, atau ada motif lain di balik penolakan pasien? Kasus ini menuntut investigasi menyeluruh dari pihak berwenang. Pelayanan kesehatan yang manusiawi dan bermartabat harus diprioritaskan. Perbaikan sistem kesehatan di Banjarnegara sangat penting untuk mencegah terulangnya kejadian serupa. Masyarakat Banjarnegara menuntut pertanggungjawaban dan perbaikan sistem agar mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak.