Kedungjati, Purbalingga|Republikajateng.com – Sebuah pemandangan memilukan sekaligus menggelikan terjadi di Desa Kedungjati, Kecamatan Bukateja. Jalan lingkungan yang baru saja diresmikan pembangunannya di RT 01 RW 05, Dusun 3, kini berubah menjadi “kebun rumput” dadakan. Kondisi ini bukan hanya memicu kekecewaan, tapi juga kemarahan warga yang menduga adanya praktik korupsi dalam proyek yang menelan puluhan juta rupiah dari Anggaran Dana Desa (ADD) tersebut.
Bagaimana mungkin, jalan yang seharusnya menjadi simbol kemajuan desa, dalam hitungan hari justru menjadi lahan subur bagi rumput liar? Apakah ini bukti nyata kualitas aspal yang abal-abal? Atau jangan-jangan, ada permainan kotor di balik proyek ini, sehingga ketebalan aspal tidak sesuai dengan anggaran yang dikucurkan? Pertanyaan-pertanyaan pedas ini terus menghantui benak warga yang merasa haknya telah dirampas.
Proyek pengaspalan seluas 241,5 meter persegi ini diketahui menghabiskan dana sebesar Rp30.384.000, yang bersumber dari ADD tahun 2025. Sebuah ironi yang sangat menyakitkan, dengan anggaran sebesar itu, warga Kedungjati justru mendapatkan jalan yang lebih mirip sawah daripada jalan yang layak.
Ketika masalah ini dikonfirmasi kepada Kepala Desa Kedungjati, yang bersangkutan memilih untuk menutup mulut rapat-rapat. “Saya tidak bisa memberikan statemen apapun, biar nanti Sekdes atau Carik yang menjelaskan,” kilahnya dengan nada menghindar saat ditemui awak media di balai desa.
Namun, upaya untuk meminta pertanggungjawaban dari Sekretaris Desa (Sekdes) Kedungjati, Pujo, juga menemui jalan buntu. Wartawan yang sudah berulang kali datang ke balai desa harus pulang dengan tangan hampa, karena yang bersangkutan dikabarkan sedang “sakit misterius” dan tidak masuk kantor.
Ketidakjelasan ini semakin menyulut emosi warga dan memicu berbagai spekulasi liar. Mereka menuntut agar pemerintah desa segera memberikan penjelasan yang jujur dan terbuka. Jangan sampai proyek yang seharusnya menjadi berkah bagi masyarakat, justru menjadi sumber petaka dan lahan basah bagi oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
“Kami sebagai warga merasa dibodohi dengan kondisi jalan seperti ini. Uang desa itu uang kami, uang rakyat. Seharusnya digunakan untuk membangun desa, bukan untuk memperkaya diri sendiri. Kami tidak akan tinggal diam jika ada indikasi korupsi dalam proyek ini,” tegas seorang warga dengan nada geram.
Para pemerhati pembangunan desa juga tidak tinggal diam melihat kondisi ini. Mereka mendesak agar aparat penegak hukum segera turun tangan untuk melakukan investigasi mendalam terhadap proyek pengaspalan jalan di Desa Kedungjati. Jika terbukti ada praktik korupsi atau penyimpangan, para pelaku harus diseret ke pengadilan dan dihukum seberat-beratnya.
“Ini bukan hanya soal jalan yang rusak, tapi juga soal moralitas dan integritas para penyelenggara negara. Jika mereka tidak bisa dipercaya untuk mengelola anggaran desa dengan baik, maka lebih baik mereka mundur saja dari jabatannya,” ujar seorang tokoh masyarakat dengan nada sinis.
Kasus jalan berumput di Kedungjati ini harus menjadi peringatan keras bagi seluruh pemerintah desa di Kabupaten Purbalingga. Jangan sampai proyek pembangunan yang seharusnya menjadi kebanggaan masyarakat, justru menjadi aib dan bukti nyata kegagalan pemerintah desa dalam mengelola anggaran.
Ingatlah, anggaran desa adalah amanah suci dari rakyat. Penggunaannya harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab, transparan, dan akuntabel. Jangan pernah berpikir untuk menyelewengkan satu rupiah pun dari anggaran tersebut, karena cepat atau lambat, perbuatan curang itu pasti akan terungkap dan mendapatkan ganjaran yang setimpal.
Semoga kasus ini segera mendapatkan kejelasan dan menjadi momentum untuk membersihkan praktik-praktik korupsi di lingkungan pemerintah desa. Masyarakat Kedungjati dan seluruh warga Kabupaten Purbalingga berhak mendapatkan pemerintahan yang bersih, jujur, dan berpihak kepada kepentingan rakyat.