PURBALINGGA, REPUBLIKAJATENG.COM | Dalam hingar-bingar sorotan kamera, gemerlap layar kaca, atau denting tepuk tangan di balik panggung pertunjukan, ada satu hal yang sering luput dari perhatian: peran krusial para perempuan yang bekerja di balik layar. Mereka bukan sekadar pelengkap, melainkan aktor utama dalam membangun kesuksesan sebuah karya, program, atau institusi media. Peran perempuan dalam industri media selama ini tak selalu mendapat panggung utama, namun jejak kontribusinya sungguh besar dan berdampak.
Menggali Peran Tak Terlihat Tapi Bermakna
Industri media adalah dunia yang sangat dinamis—penuh tekanan, ritme cepat, dan tuntutan kreativitas tinggi. Dalam dunia ini, banyak perempuan memilih berkarya di balik layar sebagai editor, produser, manajer program, penulis naskah, hingga direktur kreatif. Di sanalah mereka merancang strategi, menyusun narasi, menyaring informasi, dan menciptakan pengalaman visual atau audio yang memikat publik. Tanpa peran mereka, banyak konten berkualitas tidak akan pernah terwujud.
Sebut saja produser film, yang mengatur setiap detail produksi dari pendanaan, pemilihan kru, sampai distribusi. Atau editor berita yang menyaring ratusan informasi per hari untuk memastikan publik hanya menerima berita yang akurat dan bermakna. Perempuan-perempuan di posisi ini sering kali memegang kendali penuh, namun nama mereka jarang disebut, wajah mereka jarang dikenal.
Kisah-Kisah Nyata yang Menginspirasi
Di balik layar banyak tayangan televisi, podcast, film dokumenter, hingga iklan viral, ada perempuan yang memimpin proses kreatifnya. Salah satu contohnya adalah Mira Lesmana, produser film asal Indonesia yang berada di balik karya monumental seperti *Ada Apa dengan Cinta?* dan *Laskar Pelangi*. Meski bukan aktris yang tampil di layar, pengaruhnya terhadap sinema Indonesia sangat besar.
Lalu ada Najwa Shihab, yang tak hanya dikenal sebagai presenter, tetapi juga pendiri dan pengarah Narasi TV—media digital yang berkembang cepat. Di balik kesuksesan platform tersebut, banyak perempuan muda bekerja sebagai tim konten, penulis naskah, hingga pengatur strategi digital yang semua berkontribusi menciptakan jurnalisme berkualitas.
Kisah lain datang dari perempuan di dunia radio, desain grafis, bahkan teknisi suara—profesi yang sering didominasi laki-laki. Meski tidak tampak di depan publik, peran mereka sangat strategis dan menentukan kualitas output media.
Tantangan dalam Sunyi
Meskipun kontribusinya besar, peran perempuan dalam industri media masih dihadapkan pada tantangan klasik: bias gender, stereotipe peran, dan kurangnya representasi di level manajerial tertinggi. Banyak perempuan yang bekerja lebih keras untuk membuktikan kapabilitasnya, terutama di industri yang masih melekat pada kultur patriarkal.
Laporan dari UNESCO dan berbagai survei media menunjukkan bahwa perempuan masih minoritas dalam posisi pengambilan keputusan di industri media, termasuk di ruang redaksi dan produksi. Bahkan ketika mereka sudah masuk, sering kali beban ganda menjadi pekerja profesional sekaligus ibu rumah tangga membuat mereka harus mengorbankan keseimbangan hidup.
Namun, generasi muda perempuan kini mulai mengubah pola itu. Mereka berani memilih jalur di belakang layar dengan penuh kesadaran dan kebanggaan. Bagi mereka, tidak perlu tampil di depan kamera untuk membuat perubahan. Cukup bekerja dengan integritas dan visi.
Mengangkat Mereka ke Permukaan
Sudah saatnya media dan masyarakat luas memberi ruang lebih besar bagi pengakuan terhadap perempuan yang bekerja di balik layar. Penghargaan, sorotan media, atau program mentorship sangat penting untuk mendorong partisipasi perempuan di posisi strategis.
Lembaga pendidikan, industri kreatif, dan bahkan komunitas media lokal bisa memulai dari hal sederhana: mencantumkan nama tim produksi secara lengkap, memberikan ruang wawancara bagi editor atau produser perempuan, serta menciptakan forum berbagi pengalaman untuk menginspirasi generasi berikutnya.
Kesimpulan: Mereka Ada dan Berdampak
Peran perempuan dalam industri media bukan hanya penting—ia fundamental. Tanpa mereka, dunia media kehilangan sentuhan kepekaan, ketelitian, dan daya kreasi yang khas. Mereka bukan penonton pasif dari perubahan, melainkan penggeraknya. Mereka ada, meski jarang terlihat. Sudah saatnya kita menyapa dan merayakan kehadiran mereka.
Karena di balik layar, mereka tetap bersinar.